Monday 25 September 2023

Dalam Rangka Mengulang Tanggal Lahir Kamu

Selamat ulang tahun!🤍

Semoga aku berhasil jadi orang pertama yang ucapin itu. Tapi kalau bukan, semoga aku berhasil jadi kekasih pertama yang memperkenalkanmu pada bentuk cinta paling tulus yg pernah kamu temui di sepanjang hidup kamu.

Panjang umur, dimurahkan rezekinya, sehat, dan bahagia selalu yaa.

Hidup makin kesini makin banyak bercandanya, semoga bisa kita berdua ketawain dan jalanin bareng-bareng terus yaa. 

Sekali lagi, selamat hari kamu sedunia! kita ketemu lagi di tanggal lahir kamu berikutnya yaa.

I love you🤍

Tuesday 22 August 2023

Merayakan Satu Tahun

Kali ini aku jatuh cinta yang berhasil dapat cintanya.. 
Jatuh yang ditolong, jatuh yang diterima dengan baik, jatuh yang tidak diabaikan, dan jatuh yang tidak dibiarkan sendirian
Aku benar-benar bisa merayakan setiap jatuh dengan bahagia karena ditanggapi dengan baik, disambut dengan ramah, diterima dengan tulus, dan dibalas dengan cinta yang jauh lebih banyak.

Dan demi apapun, aku merasakan jatuh cinta kembali, Tuhan
Jatuh cinta yang bukan hanya aku, tapi aku dan dia (aku yakin, dia pun sama cintanya denganku)
Yang bisa membuatku jauh lebih bahagia melewati hari dan semuanya, yang pundaknya lapang menerima dan aku punya tempat pulang 
Dan demi apapun, bentuk cinta itu tumbuh di dalam jantungku..

Saturday 20 May 2023

Jalan pelan tapi tetap beriringan, ya?

“Asal perginya sama kamu, di tempat gelap pun aku ngga akan takut.”
Iyaa, kira-kira kayak gitu gambarannya.

Kok bisa ya sesayang ini sama kamu? Manusia yang datangnya tanpa sengaja ke hidup aku, bener-bener serandom itu, ternyata bisa bikin senyaman ini.. Terima kasih banyak yaa Damar, selalu bisa bikin hati aku tenang disaat hidup lagi ngga baik-baik aja. Maaf kalau aku belum bisa ngasih ketenangan dihidup kamu, tapi aku akan selalu berusaha untuk bisa selalu disamping kamu, sekalipun di tempat gelap. Kita tetep beriringan, ya?

“Di antara rasa kesal dan marah, rasa sabar tetap saja lebih banyak
Di antara banyak rasa jenuh dan keinginan pergi, rasa ingin bersama jauh lebih kuat
Denganmu, selalu banyak cara menenangkan hati”
Meski kadang, kita ngga bisa menolak untuk beberapa kejadian yang cukup memancing emosi..




Kita jalan pelan-pelan gapapa, ya.. tetep beringin dan pegangan tangan.

Monday 4 June 2018

Sebatas Sahabat dan Orang Baru


Sore ini, awan terlihat mendung tanpa turun hujan. Jika dianalogikan dengan kondisi hati; sedih namun tidak menangis. Mungkin karena terlalu sering menangis? Hingga sampai pada puncaknya, mata ini lelah untuk mengeluarkan gerimis kecil itu lagi. Menarik sudut bibir untuk tersenyum pun sulit. Pernah tiada hentinya untuk tersenyum bahkan tidak pernah mengenal sedih dikala sudut langit menampakkan indahnya pelangi. Namun, angin terlalu cemburu sampai membawa terbang dan merenggut keindahan pelangi yang sepanjang harinya ku pandangi.

Semua telah berakhir— tanpa ucapan pisah, tanpa lambaian tangan. Perjuanganku terhenti karena aku sudah tidak pantas lagi berada di sisimu. Maafkan aku karena terlalu banyak mengeluh dan selalu mencurahkan semuanya di tulisan ini. Seharusnya aku lebih tahu diri; bukan siapa-siapamu, tidak ada hak untuk melarang, apalagi cemburu. Seharusnya aku lebih peka; akan kata-katamu yang secara halus menyuruhku pergi dari hidupmu. Seharusnya aku sadar diri; selama ini kamu terganggu akan hadirnya aku yang membuatmu risih. Terima kasih banyak sebelumnya karena telah menyadarkan untuk berdiri pada posisi yang seharusnya dan sampai batasan mana aku harus berhenti untuk tidak mengikuti pribadi yang egois ini, melampaui batas untuk bisa memilikimu.

Untuk jangka waktu yang tidak singkat dalam hidupmu, aku pernah jadi pemerhati media sosial nomor satu. Malam-malam setiap ingin tidur, tangan ini gesit mengetik namamu di layar handphone untuk mengamati kegiatan seharian yang kamu lewati. Belum lagi, aku mencari tahu tentangmu lewat teman-teman dekat, dan berujung memastikan kamu akan tidur dengan aku yang mengucapkan “selamat malam” lewat chat. Begitu terus menerus pada repitisi yang sama. Semangatku timbul setelah puas mengamatimu dari kejauhan. Bahkan kamu adalah salah satu motivasi dalam hidupku. Tapi, apa yang ku dapat sangat jauh dari harapan. Perhatianku dibalas dengan ucapan terima kasih sekedarnya. Pengorbananku dibayar lewat senyum seadanya, bahkan, pernah tidak dipandang. Tidak adil memang. Tapi hatiku tak kunjung mau berhenti. Logikaku seakan hengkang, pergi, dan tak bisa dipanggil kembali.

Pernah sejadi-jadinya aku menangis kencang. Mengetahui fakta bahwa aku tidak penting dihidupmu, namun aku selalu menyangkal pernyataan itu. Aku selalu berusaha untuk selalu didekatmu, meyakinkan dirimu bahwa aku benar-benar sayang dan cinta, namun tidak pernah dihargai. Terlintas dalam benak, apa kamu baru menghargai dan menyadari kehadiranku saat aku sudah tidak ada di dunia? terdengar berlebihan namun semiris itu. Mengingat-ingat kembali betapa kita sudah jauh dengan apa-apa yang dulu pernah kita letakkan sebagai titik-titik permulaan segala sesuatu. Dan kini rasanya satu persatu sudah mulai susah direngkuh. Mungkin karena hadirnya orang baru, dunia baru, dan kebahagiaan baru. Kamu bisa meninggalkanku kapan saja dan berpaling dengan yang lain. Bahkan kamu bisa memilih salah satu diantara mereka, dengan siapa yang akan kamu ajak berbincang mengenai topik favoritmu.

Kalau kamu ingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam milyaran bahasa pun tak mampu mendeskripsikan. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkataan dan bualan. Menyiksa. Itulah perasaanku. Sudahkah kamu paham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu. Kamu mungkin lupa, akulah yang memapahmu kala luka menggelayuti kakimu hingga kini kamu mampu kembali berjalan; berlari kencang, pergi. Atau aku yang lupa bahwa hari ini yang terlihat, seringkali tidak sesuai ekspetasi. Kamu tidak akan pernah sadar akan nadi yang telah kamu buat bergetar, terlebih untuk mau peduli akan hati yang kamu buat menanti. Berapa banyak gulir lagi luka yang ingin kamu ciptakan? Aku selalu berusaha meraih, namun kamu selalu menepis.

Sesalah dan menganggunya ya aku? Iya, mengerti, pribadi ini memang banyak sekali kekurangannya. Terlebih lagi posesif, cemburu, dan overprotective. Semua sikap itu karena mengatasnamakan sayang dan takut kehilangan sosok yang selama ini selalu memenuhi pikiran. Kamu memberikan pernyataan bahwa kamu tidak sayang denganku, tanpa memikirkan perasaan ini. Tanpa pernah menghargai sedikit pun usaha yang selama ini aku perjuangkan. Pernah ada rasa ingin menyerah begitu saja, tapi rasa sayang dan cinta dalam dada selalu menggelegak begitu kuatnya. Rasa perih karena diacuhkan telah ku akrabi sedemikian rupa, dan dengan ikhlas menjalani tanpa banyak keluhan. Mungkin benar, berbuat baik, mengorbankan segalanya, selalu support, mendoakan dari kejauhan, itu semua pantas untuk ditinggalkan jauh-jauh dari kehidupanmu, terlebih lagi aku yang melakukannya. Namun, jika kepergianku yang kamu inginkan, selama kamu bahagia, aku rela melakukannya.

Maaf. Aku terlalu egois sampai-sampai tidak bisa merelakanmu saat kamu memilih untuk pergi. Namun percayalah, aku sedang berusaha untuk membuat perasaan ini menjadi datar kepadamu. Terima kasih juga sebelumnya telah memutuskan hubungan. Semoga sehat selalu dan bahagia dengan teman barunya.

Sunday 4 February 2018

Bertahan Pada Diam-diam

Nyatanya, hari ini aku masih diam-diam mencintaimu.
Aku masih diam-diam mengharapkanmu kembali, menemuiku dan berkata bahwa kamu merindukanku.
Apalagi sekarang sedang liburan semester dan kita sama-sama di kota yang sama, kan?
Aku sangat berharap kita bisa menghabiskan waktu bersama untuk berkeluh kesah tentang rindu yang selama ini tertahan oleh ruang, jarak, dan waktu.

Kupikir memang benar, bila sekali kita mencintai seseorang, maka hati akan terus menyisakan ruang dan otak yang akan selalu mengenang dirinya tanpa ada yang meminta.
Bahkan saat kita sedang jauh sekalipun, senyumanmu adalah penebus jarak yang selalu mampu mendekatkan aku dengan dirimu.
Aku suka merindukanmu, tapi tidak dengan suasana-suasana seperti ini.

Kau mungkin tak sadar ditengah lelapmu aku membisikkan namamu pada bibir langit.
Yang kemudian akan didengar oleh tuan rumah pemilik semesta bahwa dengan doa, aku mampu menjagamu meski dalam keadaan tersulit.

Nyatanya, kamu adalah tokoh utama dalam setiap tulisanku, bahkan satu-satunya orang yang menjadi semangatku untuk menulis cerita cinta.
Sering aku berpikir, mungkinkah kamu akan membaca semuanya dan sadar bahwa aku benar-benar cinta?
Jika saja kamu menemukan tulisan ini, percayalah bahwa kamu adalah orang yang selalu kukenang di atas kertas, yang selalu kutemui dalam mimpi, yang selalu kunantikan kedatangannya di depan pintu dan tampaknya aku masih belum lelah.

Aku memang masih belum lelah mencintaimu, namun aku lelah berkata bahwa aku sudah tidak lagi seperti itu.
Aku lelah berpura-pura melupakanmu.
Aku lelah dengan senyum yang harus kutunjukan saat aku melihatmu mencintainya.

Aku lelah—
jika harus diam-diam mencintaimu.

Tapi bukankah lebih baik seperti ini?
Membiarkanmu bahagia tanpa harus mengetahui perasaanku yang sebenarnya?
Lagipula, tidak ada bedanya.
Kamu mengetahuinya atau tidak, tetap saja sama— hatimu memang tidak pernah untuk kumilki.

Kepada seseorang yang kumaksud saat ini..
Aku selalu menunggu temanmu untuk menceritakan kabar terbarumu.
Aku selalu ingin ada di sisimu saat orang lain meninggalkanmu.
Aku akan selalu mau untuk ikut bertahan dalam setiap badai yang sedang kamu hadapi.
Karena kamu adalah satu-satunya orang yang akan selalu kuterima segala manis dan pahitnya.

Nyatanya, aku diam-diam akan tetap mencintaimu.

Sunday 11 June 2017

Luka Yang Membalut Dada


Satu rahasiaku yang mungkin saja kamu tak pernah tahu. Atau, kamu memang tidak pernah mau peduli akan semua itu. Saat ini, aku masih harus melalui banyak hal untuk bisa berdiri kembali, begitu susah rasanya untuk bisa tersenyum sendiri. Detik ini, aku masih harus merasakan fase-fase sulit. Semua hal yang ku temui selalu saja mengingatkanku padamu. Rasanya ingin berlari sejauh mungkin, tetapi di tempat paling jauh pun tetap saja kamu yang kuingin. Ingatan itu menggerogoti dadaku. Mengantarkanku pada perasaan paling pilu.

Mungkin ini tidak penting bagimu. Bagian yang mungkin membuatmu bosan. Sebab, perasaanmu tak sama dengan apa yang aku rasakan. Mengetahui kabarmu dan memastikan kamu baik-baik saja, adalah salah satu cara yang membuatku tetap bahagia. Ini bukan perkara tetap bersamamu. Lebih dari itu, ini tentang perasaan yang masih sama, perasaan yang hanya kepadamu saja. Hal yang tidak bisa kurasakan pada yang lain. Tentang hati yang hanya ingin menaruh segala tentangmu disana. Tentang ingatan yang tak pernah bersedia melepaskanmu terlalu lama.

Sejujurnya, aku adalah orang yang paling patah saat kamu pasrah melepasku pergi. Aku orang yang tak tahu harus apa saat kamu memilih untuk meninggalkanku. Aku terluka, tetapi aku masih berharap kamu tetap disini. Aku sakit, tetapi aku masih ingin denganmu merakit impian dan menuai rindu. Sakit rasanya saat kamu memilih untuk mengakhiri yang telah kita ukir.

Aku pernah berteriak kencang agar kamu tidak pergi. Namun, kamu tidak peduli. Kamu pura-pura tak mendengar dan memilih berlalu. Pernah aku menangis sejadi-jadinya untuk membuatmu percaya. Namun, kamu tetap saja melangkah dengan tega. Kamu biarkan aku terpenjara luka. Berlinang sudah air mata. Namun, tak satu pun hal yang kuperjuangkan kamu terima. Kamu melengahkan kepalamu. Kamu lebih memilih diam, daripada menenangkan hatiku yang terluka semakin dalam.

Sejauh apapun kamu pergi, tetap saja bayangmu yang kubawa. Seseorang yang enggan keluar dari dalam hati, tetapi tak pernah mampu kumiliki. Seseorang yang kucintai dengan segenap jiwa, meski hanya bersama sebagai teman biasa. Seseorang yang tak pernah peduli apa yang kurasa, meski tetap saja kamu yang kuamini dalam doa-doa. Kini ada aku, lepaskanlah dia yang masih kamu ikat dengan rindu.

Aku ingin menjadi kamu yang dengan sekejap waktu bisa berlalu. Memilih orang baru lalu tersenyum kembali. Seolah orang yang mencintaimu sepenuh hati ini, tidak pernah kamu cintai dengan hati. Kamu bisa memperlihatkan kamu tak apa-apa, setelah semua perasaan kamu buat porak-poranda. Sungguh, semua yang kamu lakukan seolah mudah. Kamu bisa jatuh cinta, lalu meninggalkan luka kapan saja kamu mau. Kamu yang tidak peduli, apakah hati yang kamu patahkan berani lagi jatuh cinta atau tidak. Kamu yang mau kemana saja, berkelana ke hati-hati, dan mematahkannya tanpa merasa berdosa.

Namun, aku adalah aku. Seseorang yang terlanjur jatuh cinta kepadamu, yang belum juga mampu melepaskan apa yang seharusnya kuikhlaskan. Aku yang tidak bisa kemana-mana dan memilih menetap di kenangan kita. Aku yang betah berjalan tertatih di atas luka-luka. Seseorang yang mencintaimu dan masih saja ingin walau hati terluka. Entahlah, mungkin menjadi kamu memang menyenangkan.

Sayang, aku selalu berdoa dan menyebut namamu dalam diam. Jika aku boleh meminta, tolong selipkanlah aku dalam impianmu, juga.

Sunday 1 January 2017

Lagi… Tentang Kita

Saat Pelangi hadir, tak mampu lagi aku mendefinisikan kata ba-ha-gi-a

Perihal tentang kisah kita, rasanya semua terjadi begitu cepat. Pertemuan dengan pembicaraan yang singkat, kenyamanan yang terbangun karena cerita. Seseorang hadir membawa banyak perubahan dalam hariku. Gelap, kosong, dan hampa, sekarang telah berganti menjadi ceria. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna, mejikuhibiniu. Seperti langit yang digoreskan warna pelangi. Entahlah, yang aku rasa, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang aku tahu. Tunggu, semua ini terjadi tanpa kita minta bukan? Tidak ada yang merencanakan semua juga kan? Toh semua terjadi begitu saja. Tuhan yang menuliskan semua skenario, tinggal kita yang menjalankannya, mengikuti alur sebagaimana mestinya air mengalir dengan begitu tenang.
            Sudah kesekian kali aku membaca pesan singkatmu tiap kali rindu ini menyeruak. Merenggut setiap nafas yang aku hirup, jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan sampai-sampai tak sadar pelupuk mata ini menjatuhkan air mata. Aku benci harus jujur mengenai ini. Diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali. Aku rindu kita. Aku rindu yang dulu.
            Kira – kira singkatnya begini, malam itu kamu datang. Bukan. Maksudku, kamu datang dalam notif LINE ku. Membicarakan topik yang, entah aku juga tidak begitu mengerti. Lama-lama kita akrab, bukan? Pesan singkat dari mu mampu membuatku nyaman, jemari ini tidak hentinya membalas rangkaian kata darimu, tentunya disertai dengan suasana hati yang tergambar warna – warni seperti pelangi. Ah, pelangi. Kata itu sekarang menjadi favoritku. Aku jadi ingat kamu pernah mendeskripsikan pe-la-ngi.
“Ketika langit sedang menangis, maka hujan turun. Meskipun harus turun hujan terlebih dahulu namun keindahan pelangi sanggup menggantikannya berlipat-lipat lebih indah. Hmm… mungkin memang begitu. Tanpa hujan, pelangi tak akan pernah mau muncul. Seperti rasa manis yang tak mungkin terasa lebih enak jika tidak ada rasa pahit.
Coba bayangin kalo pelangi itu muncul setiap saat. Bayangkan jika pelangi itu memiliki tempatnya sendiri di salah satu sudut langit sehingga kita bisa selalu memandangnya. Setiap saat, sepanjang hari, sepanjang tahun. Apakah keindahannya akan nampak sama? Jawabannya pasti enggak bakal indah.”
Aku selalu membaca penjelasan itu. Walaupun aku tahu kamu menjiplak kalimat tersebut dari google, namun kamu selalu saja menganggap dirimu keren, ah sudah menjadi kebiasaan kamu, kamu terlalu lucu.
            Namun betapa cemburunya waktu dan jarak pada kita. Mungkin memang ini saatnya kamu pergi meninggalkan segala kenangan yang telah kita buat. Huft, lagi-lagi aku terlalu berlebihan. Hampir sebulan, tepatnya 28 hari kita lost contact. Jangan tanyakan padaku penyebabnya apa, aku sendiri pun tak tahu. Mengingat apa ada salah kata, salah tingkah laku, menurutku tidak ada. Tapi, kenapa tiba-tiba kamu berubah? Pelangi yang dulu aku kenal sekarang telah menjadi abu-abu. Nyatanya, aku hanya bisa menyebut namamu dalam diam tiap kali aku menghadap Yang Kuasa. Aku sudah berusaha untuk bernapas tanpamu. Seiring waktu berjalan, nampaknya semua akan berhasil dan berjalan dengan baik-baik saja. Tapi diluar dugaanku, setiap malam-malam begini, kamu sering kembali dalam ingatan, berkeliaran. Pikiranku masih ingin menjadikanmu sebagai topik utama, dan hatiku masih mau membiarkanmu berdiam lama-lama disana. Aneh memang jika aku sering memikirkanmu yang tak pernah memikirkanku. Menyakitkan memang jika harus terus mendewakan kenangan hanya karena masa lalu terlalu kuat untuk dihancurkan. Begitu menyiksanya diri ini, kerjaanku tiap malam hanya disibukan dengan membaca pesan singkat, melihat foto kita, dan ah tentunya dengan memandang miris pemberian yang kamu berikan padaku saat dulu.
            Tidak tahan dengan semuanya, aku mencari tahu apa penyebab kamu berubah. Dan nyatanya? Ya, aku tidak habis pikir kamu memendam rasa benci. Oh bukan. Tapi tepatnya kamu kesal dengan diriku yang selalu bersikap seakan-akan aku mengkekang kamu. Hanya aku perempuan yang mudah baper, katamu:) . Kamu tahu perasaan ini seperti apa saat kamu berkata seperti itu dibelakangku? Seperti ditimpah hujan yang sangat amat deras secara tiba-tiba, beruntungnya air mata ini tidak terlihat karena hujan yang menyembunyikannya. Sakit hati? Tidak. Memang aku yang salah. Bersalah karena membiarkan rasa ini terus tumbuh sedangkan kamu tidak merasakan apa yang aku rasa. Betapa perihnya mata ini saat melihat kamu sudah menjadikan perempuan lain menjadi notif favoritmu yang saat itu juga aku menjadikanmu notif favoritku. Sebego itu nya kah aku sampai tidak tahu diri seperti ini? Memangnya aku siapa? Berharap menjadi notif favoritmu juga haha. Sudahlah, tidak ada gunanya juga aku berharap seperti itu.
            Tembok pertahanan yang kubuat pun akhirnya runtuh. Kamu datang dengan menyapa riang, entah saat itu juga aku tidak bisa berpikir jernih. Aku tidak berharap kamu mengatakan kata rindu seperti aku yang berkata itu, tepatnya didalam hati. Aku benci jujur seperti ini, bahwa aku sangat menginginkan kamu yang dulu, aku ingin kita yang dulu. Dan nyatanya kamu pun juga menginginkan seperti itu. Ah mungkin hanya kebetulan. Aku tidak mengerti dengan diriku seperti ini, dengan mudahnya aku terhanyut dalam percakapan singkat hingga lupa jam telah menunjukkan pukul 1 pagi. Yang aku rasakan hanya kerinduan yang sangat dalam. Aku ingin lebih lama bersamamu lagi. Pelangi yang dulu aku kenal. 
            Sekarang, detik ini, masih sama seperti dulu. Masing – masing dari kita berjanji akan mengulangnya lagi dari awal. Tidak peduli bagaimana masa lalu yang kita lewati terdapat rasa pahitnya. Yang kita inginkan hanya mau seperti dulu. Aku harus pintar dalam membatasi diri. Aku tidak kuat jika harus menerima kenyataan kalau pada akhirnya kamu kembali pada –notif favoritmu- itu atau? entahlah yang lainnya. Yang penting kita masih bisa bersama-sama, semoga sampai nanti, seterusnya, hingga kita saling lupa kalau kita adalah hanya sebatas sahabat.

-Dari seseorang, yang takut kehilangan indahnya pelangi.