Saat Pelangi hadir, tak mampu lagi aku mendefinisikan kata
ba-ha-gi-a
Perihal
tentang kisah kita, rasanya semua terjadi begitu cepat. Pertemuan dengan
pembicaraan yang singkat, kenyamanan yang terbangun karena cerita. Seseorang
hadir membawa banyak perubahan dalam hariku. Gelap, kosong, dan hampa, sekarang
telah berganti menjadi ceria. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna,
mejikuhibiniu. Seperti langit yang digoreskan warna pelangi. Entahlah, yang aku
rasa, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang aku tahu. Tunggu, semua ini
terjadi tanpa kita minta bukan? Tidak ada yang merencanakan semua juga kan? Toh
semua terjadi begitu saja. Tuhan yang menuliskan semua skenario, tinggal kita
yang menjalankannya, mengikuti alur sebagaimana mestinya air mengalir dengan
begitu tenang.
Sudah kesekian kali aku membaca pesan singkatmu tiap kali
rindu ini menyeruak. Merenggut setiap nafas yang aku hirup, jantung yang
berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan sampai-sampai tak sadar pelupuk mata
ini menjatuhkan air mata. Aku benci harus jujur mengenai ini. Diam-diam
menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan terbang mengikuti gelitik
manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali. Aku rindu kita. Aku rindu yang dulu.
Kira – kira singkatnya begini, malam itu kamu datang.
Bukan. Maksudku, kamu datang dalam notif LINE ku. Membicarakan topik yang,
entah aku juga tidak begitu mengerti. Lama-lama kita akrab, bukan? Pesan
singkat dari mu mampu membuatku nyaman, jemari ini tidak hentinya membalas
rangkaian kata darimu, tentunya disertai dengan suasana hati yang tergambar
warna – warni seperti pelangi. Ah, pelangi.
Kata itu sekarang menjadi favoritku. Aku jadi ingat kamu pernah mendeskripsikan
pe-la-ngi.
“Ketika langit sedang menangis, maka hujan turun. Meskipun
harus turun hujan terlebih dahulu namun keindahan pelangi sanggup
menggantikannya berlipat-lipat lebih indah. Hmm… mungkin memang begitu. Tanpa
hujan, pelangi tak akan pernah mau muncul. Seperti rasa manis yang tak mungkin
terasa lebih enak jika tidak ada rasa pahit.
Coba bayangin kalo pelangi itu muncul setiap saat.
Bayangkan jika pelangi itu memiliki tempatnya sendiri di salah satu sudut
langit sehingga kita bisa selalu memandangnya. Setiap saat, sepanjang hari,
sepanjang tahun. Apakah keindahannya akan nampak sama? Jawabannya pasti enggak
bakal indah.”
Aku selalu membaca penjelasan
itu. Walaupun aku tahu kamu menjiplak kalimat tersebut dari google, namun kamu selalu saja
menganggap dirimu keren, ah sudah menjadi kebiasaan kamu, kamu terlalu lucu.
Namun betapa cemburunya waktu dan jarak pada kita.
Mungkin memang ini saatnya kamu pergi meninggalkan segala kenangan yang telah
kita buat. Huft, lagi-lagi aku terlalu berlebihan. Hampir sebulan, tepatnya 28
hari kita lost contact. Jangan
tanyakan padaku penyebabnya apa, aku sendiri pun tak tahu. Mengingat apa ada
salah kata, salah tingkah laku, menurutku tidak ada. Tapi, kenapa tiba-tiba
kamu berubah? Pelangi yang dulu aku kenal sekarang telah menjadi abu-abu.
Nyatanya, aku hanya bisa menyebut namamu dalam diam tiap kali aku menghadap
Yang Kuasa. Aku sudah berusaha untuk bernapas tanpamu. Seiring waktu berjalan, nampaknya
semua akan berhasil dan berjalan dengan baik-baik saja. Tapi diluar dugaanku,
setiap malam-malam begini, kamu sering kembali dalam ingatan, berkeliaran.
Pikiranku masih ingin menjadikanmu sebagai topik utama, dan hatiku masih mau
membiarkanmu berdiam lama-lama disana. Aneh memang jika aku sering memikirkanmu
yang tak pernah memikirkanku. Menyakitkan memang jika harus terus mendewakan kenangan
hanya karena masa lalu terlalu kuat untuk dihancurkan. Begitu menyiksanya diri
ini, kerjaanku tiap malam hanya disibukan dengan membaca pesan singkat, melihat
foto kita, dan ah tentunya dengan
memandang miris pemberian yang kamu berikan padaku saat dulu.
Tidak tahan dengan semuanya, aku mencari tahu apa
penyebab kamu berubah. Dan nyatanya? Ya, aku tidak habis pikir kamu memendam
rasa benci. Oh bukan. Tapi tepatnya kamu kesal dengan diriku yang selalu
bersikap seakan-akan aku mengkekang kamu. Hanya aku perempuan yang mudah baper,
katamu:) . Kamu tahu perasaan ini seperti apa saat kamu berkata seperti itu
dibelakangku? Seperti ditimpah hujan yang sangat amat deras secara tiba-tiba,
beruntungnya air mata ini tidak terlihat karena hujan yang menyembunyikannya.
Sakit hati? Tidak. Memang aku yang salah. Bersalah karena membiarkan rasa ini
terus tumbuh sedangkan kamu tidak merasakan apa yang aku rasa. Betapa perihnya
mata ini saat melihat kamu sudah menjadikan perempuan lain menjadi notif
favoritmu yang saat itu juga aku menjadikanmu notif favoritku. Sebego itu nya
kah aku sampai tidak tahu diri seperti ini? Memangnya aku siapa? Berharap menjadi
notif favoritmu juga haha. Sudahlah, tidak ada gunanya juga aku berharap
seperti itu.
Tembok pertahanan yang kubuat pun akhirnya runtuh. Kamu
datang dengan menyapa riang, entah saat itu juga aku tidak bisa berpikir
jernih. Aku tidak berharap kamu mengatakan kata rindu seperti aku yang berkata itu, tepatnya didalam hati. Aku
benci jujur seperti ini, bahwa aku sangat menginginkan kamu yang dulu, aku
ingin kita yang dulu. Dan nyatanya kamu pun juga menginginkan seperti itu. Ah
mungkin hanya kebetulan. Aku tidak mengerti dengan diriku seperti ini, dengan
mudahnya aku terhanyut dalam percakapan singkat hingga lupa jam telah
menunjukkan pukul 1 pagi. Yang aku rasakan hanya kerinduan yang sangat dalam.
Aku ingin lebih lama bersamamu lagi. Pelangi yang dulu aku kenal.
Sekarang, detik ini, masih sama seperti dulu. Masing –
masing dari kita berjanji akan mengulangnya lagi dari awal. Tidak peduli
bagaimana masa lalu yang kita lewati terdapat rasa pahitnya. Yang kita inginkan
hanya mau seperti dulu. Aku harus pintar dalam membatasi diri. Aku tidak kuat
jika harus menerima kenyataan kalau pada akhirnya kamu kembali pada –notif favoritmu- itu atau? entahlah
yang lainnya. Yang penting kita masih
bisa bersama-sama, semoga sampai nanti, seterusnya, hingga kita saling lupa
kalau kita adalah hanya sebatas sahabat.
-Dari
seseorang, yang takut kehilangan indahnya pelangi.